Premium WordPress theme for construction companies, contractors, builders, and a variety of other construction-related businesses.

  • 28238 Kelsie Lane Apt. 451,

    Port Annabelport

  • Call Us: (210) 451-123

    (Sat - Thursday)

  • Monday - Friday

    (10am - 05 pm)

Pekanbaru, 18 September s/d 20 September 2024 – Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam penanggulangan Tuberkulosis (TBC) dan HIV, dengan menempati posisi kedua sebagai negara dengan jumlah kasus TBC terbanyak di dunia. Data tahun 2019 mencatat sebanyak 845.000 kasus TBC dan 19.000 di antaranya merupakan pasien yang mengalami koinfeksi TB-HIV. Lebih lanjut, dari 271 juta penduduk Indonesia, diperkirakan 543.100 orang hidup dengan HIV, dan sebanyak 4.700 pasien TB-HIV diperkirakan meninggal dunia dari total 96.000 kematian akibat TBC.

Laporan Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2019 menunjukkan bahwa baru 51% pasien TBC mengetahui status HIV mereka. Dari jumlah tersebut, hanya 43% yang menerima terapi antiretroviral (ARV). Sementara itu, skrining TBC dilakukan pada 80% orang dengan HIV yang mengakses layanan ARV, namun hanya sekitar 12% dari Orang dengan HIV (ODHIV) yang sedang menjalani perawatan HIV di Indonesia mendapatkan Terapi Pencegahan TBC (TPT). Angka ini terus menurun, hingga hanya 32% pasien TB-HIV yang menerima terapi ARV dan hanya 5% ODHIV yang mendapatkan TPT pada tahun 2020, yang sebagian besar disebabkan oleh dampak pandemi COVID-19.

Kolaborasi TB-HIV di Indonesia pertama kali dilaksanakan pada tahun 2005 melalui implementasi skala kecil di Provinsi DKI Jakarta, dilanjutkan dengan survei prevalensi HIV di kalangan pasien TBC di Provinsi DI Yogyakarta. Pada tahun 2007, kolaborasi ini dikembangkan menjadi kebijakan nasional. Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor 1278/Menkes/SK/XII/2009 kemudian diterbitkan, yang mengatur pedoman pelaksanaan kolaborasi pengendalian TB dan HIV. Pedoman ini menguraikan tiga fokus utama, yaitu pembentukan mekanisme kolaborasi yang efektif, penurunan beban TBC pada ODHIV, dan penurunan beban HIV pada pasien TBC. Pada saat itu, tes HIV pada pasien TBC masih didasarkan pada penilaian risiko individu, sementara terapi pencegahan TBC belum menjadi bagian dari program kolaborasi TB-HIV. Penerapan layanan kolaborasi TB-HIV juga disesuaikan dengan status epidemiologis di masing-masing daerah.

Partisipasi dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan komunitas juga memberikan kontribusi signifikan dalam kolaborasi ini. Peran mereka meliputi pemberian informasi terkait HIV kepada pasien TBC, informasi mengenai TPT kepada kelompok dampingan yang hidup dengan HIV, serta melakukan skrining gejala TBC pada populasi yang memiliki risiko tinggi terhadap HIV.

Pertemuan Joint Planning atau perencanaan bersama kolaborasi TB-HIV yang diselenggarakan di Pekanbaru pada 18-20 September 2024 ini merupakan bagian penting dari upaya nasional dalam memperkuat sinergi antara kedua program penanggulangan penyakit tersebut. Acara ini diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Provinsi Riau, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, Dinas Kesehatan Kota Dumai, Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir, Yayasan Sebaya Lancang Kuning, PKBI Daerah Riau, serta perwakilan komunitas terkait.

Tujuan utama dari pertemuan ini meliputi:

  1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas program dengan menyelaraskan kegiatan kedua program, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
  2. Mengidentifikasi dan mengatasi hambatan yang muncul dalam implementasi program, baik dalam hal teknis maupun kebijakan.
  3. Merumuskan rekomendasi strategis yang akan dituangkan ke dalam rencana tindak lanjut yang lebih komprehensif dan dapat diimplementasikan secara berkelanjutan.

Dalam kolaborasi ini, PKBI Daerah Riau memainkan peran kunci, terutama dalam hal memberikan edukasi mengenai TBC kepada kelompok dampingan yang mereka jangkau, serta merujuk pasien yang memenuhi kriteria untuk menjalani skrining TBC bersamaan dengan layanan konseling dan tes HIV secara sukarela (Voluntary Counseling and Testing/VCT).

Melalui pertemuan ini, diharapkan dapat tercapai langkah-langkah konkret yang dapat memperkuat kolaborasi dan meningkatkan cakupan layanan pencegahan serta pengobatan TB-HIV, demi mewujudkan Indonesia yang lebih sehat dan terbebas dari beban kedua penyakit tersebut.

Sumber: Dokumen RAN Kolaborasi TB-HIV 2020-2024

Leave a Reply